GAMBARAN PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT & PELAYANAN KESEHATAN LAINNYA SERTA KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN
Pada hakekatnya Rumah Sakit (RS) berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan serta fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab Pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Dari aspek pembiayaan RS memerlukan biaya operasional dan investasi yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya, sehingga perlu didukung dengan ketersediaan pendanaan yang cukup dan berkesinambungan serta pengelolaannya perlu menggunakan prinsip- prinsip ekonomi.
Mengantisipasi dampak globalisasi perlu didukung dengan peraturan perundang‐undangan yang memadai. UU N0. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, menyebutkan bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan RS serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesesehatan, maka dalam UU No. 44 tahun 2009 Pasal 36 menyebutkan bahwa setiap RS harus menyelenggarakan tata kelola RS dan tata kelola klinis yang baik. Tata kelola RS yang baik adalah penerapan fungsi- fungsi manajemen RS yang berdasarkan prinsip‐prinsip tranparansi, akuntabilitas, independensi dan responsibilitas, kesetaraan dan kewajaran. Tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.
Berdasarkan data Depkes pada tahun 2015, terdapat 2.421 rumah sakit diseluruh Indonesia yang menuntut tenaga profesional dalam pengelolaannya, sedangkan permasalahan yang ada, tenaga kerja yang expert dalam bidang administrasi perumahsakitan belum mencukupi berdasarkan data dari Sumber :
http://sirs.yankes.kemkes.go.id/rsonline/report/ Pertumbuhan rumah sakit dalam 5 tahun terakhir baik kepemilikan privat rata 34% sedangkan pertumbuhan RS milik publik sebesar 34% begitu pun pelayanan-pelayanan kesehatan lainnya seperti puskesmas, klinik, rumah bersalin, industri kesehatan.
Pada tahun 2017, rumah sakit ibu dan anak (RSIA) merupakan RSK terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar 67,47% dari 578 RSK. Setelah itu, diikuti oleh rumah sakit jiwa yang memiliki proporsi sebesar 7,78%.
Sedangkan jumlah puskesmas di Indonesia sampai dengan Desember 2017 Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, terjadi peningkatan jumlah Puskesmas yang dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini:
Sejak tahun 2013 jumlah Puskesmas semakin meningkat, dari 9.655 unit menjadi 9.825 unit pada tahun 2017 yang terdiri dari 3.454 unit Puskesmas rawat inap dan 6.371 unit Puskesmas non rawat inap. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2016 yaitu sebanyak 9.767 unit, dengan jumlah Puskesmas rawat inap sebanyak 3.411 unit dan Puskesmas non rawat inap sebanyak 6.356 unit.
Namun demikian, peningkatan jumlah Puskesmas tidak secara langsung menggambarkan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan primer di suatu wilayah. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan primer dapat dilihat secara umum dari rasio Puskesmas terhadap kecamatan. Rasio Puskesmas terhadap kecamatan pada tahun 2017 sebesar 1,36. Hal ini menggambarkan bahwa rasio ideal Puskesmas terhadap kecamatan yaitu minimal 1 Puskesmas di 1 kecamatan, secara nasional sudah terpenuhi, tetapi perlu diperhatikan distribusi dari Puskesmas tersebut di seluruh kecamatanJumlah Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama, terlebih yang memiliki fasilitas rawat inap yang masih sangat terbatas inilah yang menyebabkan penumpukan terutama di berbagai FKRTL. Sebab pada akhirnya, pasien-pasien yang memerlukan perawatan inap mau tidak mau harus dirujuk ke FKRTL.
Pada saat yang bersamaan, jumlah tenpat tidur yang tersedia rumah sakit sebagai FKRTL ternyata juga mengalami penurunan. Tahun 2016 jumlah tempat tidur di rumah sakit umum berjumlah 256.426 unit. Jumlah tersebut berkurang dibandingkan tahun 2015 yang berjumlah 274.016 unit. Kondisi yang sama juga terjadi pada tempat tidur di rumah sakit khusus. Tahun 2015 jumlah tempat tidur di RS khusus mencapai 35.130. Tahun 2016 jumlah tersebut berkurang menjadi hanya sebanyak 32.877 unit tempat tidur (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Kesehatan sebagai salah satu kebutuhan dasar (basic needs) manusia, menjadi salah satu perhatian bagi setiap pemerintahan di dunia. Karenanya di tingkat global, kebijakan di bidang kesehatan menjadi perhatian utama terutama oleh PBB. Sebagai pengejawantahan hal tersebut, maka isu kesehatan menjadi salah satu indikator dalam pembangunan manusia. Singapura merupakan negara dengan tingkat kesehatannya masyarakatnya paling tinggi di Kawasan ASEAN. Di tingkat global, Negara Singapura menduduki peringkat 2 dengan nilai Sustainable Development Goals (SDGs) 85. Brunei Darusallam menempati peringkat kedua negara paling sehat di ASEAN dengan nilai 78, Malaysia di peringkat ketiga (69) serta Indonesia diperingkat keempat (60).
Berangkat dari kondisi tersebut, maka salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan pelayanan atas berbagai fasilitas kesehatan tersebut. Terutama dari sisi jumlah. Berbagai pemasalahan seperti panjangnya antrian di Puskemas dan rumah sakit (Baca: Antrean Melelahkan Berobat Menggunakan BPJS) pada dasarnya merupakan salah satu akibat dari masih kurangnya fasilitas kesehatan yang melayani masyarakat selama ini. Berikut gambaran sarana pelayanan kesehatan di Kota Palembang
Hasil Modifikasi Patient Satisfaction Questionnaire Short Form (PSQ-18) disebut dengan Kuesioner Kepuasan Pasien 2017 (KKP-2017). Aspek dalam KKP-2017 antara lain: perilaku interpersonal, kualitas teknis/ perilaku profesionalisme, akses/kenyamanan, keuangan/aspek finansial, dan lingkungan fisik.
https://media.neliti.com/media/ publications/229467-modifikasi-patient-satisfaction-question-6d11361d.pdf. Untuk itu dibutuhkan profesionalisme tenaga kesehatan ditunjukkan dari perilaku tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan standar pelayanan. Mandiri, bertanggung jawab dan bertanggung gugat, serta senantiasa mengembangkan kemampuan sesuai dengan ilmu pengetahuan. Untuk mendapat tenaga kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan program dilakukan pendidikan tenaga kesehatan yaitu penyelenggaraan program pendidikan sarjana kesehatan. Kebijakan pembangunan kesehatan antara lain adalah meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling-mendukung dengan pendekatan paradigma sehat dan meningkatkan serta memelihara mutu lembaga pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan.
Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 4 Kota dan 12 Kabupaten dengan luas wilayah 91.592 km2 dengan jumlah penduduk 8.266.983 Jiwa, Rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk sampai dengan tahun 2017 masih dibawah rasio ideal terlihat pada indikator ketersediaan tenaga kesehatan dapat dilihat dari rasio setiap jenis tenaga kesehatan per 100.000 penduduk. Berdasarkan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Selatan. Berikut ini gambaran jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Selatan
Menurut organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, Indonesia masuk enam negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan yang kekurangan jumlah tenaga kesehatan terlatih baik di level dokter, perawat, maupun bidan. Keenam negara itu adalah Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Nepal, dan Myanmar. WHO mengidentifikasi keenam Negara tersebut sebagai negara-negara yang memiliki kurang dari 23 tenaga kesehatan termasuk dokter, bidan dan perawat, per 10.000 penduduk. Rasio 23 tenaga kesehatan per 10.000 perduduk dianggap sebagai batas minimal untuk mencapai cakupan 80 persen intervensi kesehatan yang paling esensial. Berbagai studi menunjukkan bahwa tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Dalam laporan WHO tahun 2006, Indonesia termasuk salah satu dari 57 negara yang menghadapi krisis SDM kesehatan, baik jumlahnya yang kurang maupun distribusinya. (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) 2005-2025).
Total SDMK di rumah sakit pada tahun 2017 adalah 665.826 orang yang terdiri dari 461.651 orang tenaga kesehatan (69,3%) dan 204.175 orang tenaga penunjang kesehatan (30,7%). Proporsi tenaga kesehatan terbesar adalah perawat sebesar 48,36% sedangkan proporsi tenaga kesehatan paling rendah adalah tenaga kesehatan tradisional sebesar 0,01%. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2018 (
http://bppsdmk.kemkes.go.id).
Kurang meratanya tenaga kesehatan masih menjadi problema bagi Indonesia. Kurangnya tenaga kesehatan membuat tidak semua sarana kesehatan bisa melayani masyarakat. Karena terbatasnya jumlah tenaga kesehatan dan belum meratanya tenaga kesehatan, terkadang Rumah Sakit membatasi jumlah pasien. Oleh karena pembatasan tersebut, pasien pun rela antri, bahkan menginap di pelataran rumah sakit. Bahkan karena pihak rumah sakit membatasi kuota dalam satu hari, sampai ada pasien yang terpaksa harus kembali pulang karena datang saat kuota dalam hari tersebut sudah habis.
Menurut Chatib, rendahnya kualitas tenaga kesehatan di Indonesia disebabkan, salah satunya, karena minimnya fasilitas pendidikan kesehatan yang dimiliki beberapa perguruan tinggi selama ini. Padahal, pemenuhan fasilitas pendidikan kesehatan diyakini akan berdampak pada meningkatnya kualitas tenaga kesehatan yang muncul.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150212172145-20-31723/jumlah-tenaga-kesehatan-dinilai-masih-jauh-dari-idealBelum lagi menghadapi di era globalisasi berarti terbukanya negara-negara di dunia bagi produk-produk baik barang maupun jasa yang datang dari negara manapun dan mau tidak mau harus dihadapi. Di bidang kesehatan, Indonesia mengupayakan dalam kepentingan perdagangan internasional jasa melalui WTO (World Trade Organization), CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement), AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) dan perjanjian bilateral. Salah satu moda dalam pasokan perdagangan jasa internasional adalah migrasi sumber daya manusia. Dalam hubungan ini, melalui Sidang Umum Kesehatan Sedunia Tahun 2010, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengadopsi Global Code of Practice on the International Recruitment of Health Personnel. Walaupun bersifat sukarela, Indonesia sebagai negara anggota WHO, perlu ikut mendukung dan melaksanakan prinsip-prinsip dan rekomendasi Global Code dalam migrasi internasional tenaga kesehatan. (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) 2005-2025).
Dari uraian diatas menggambarkan urgensinya penyelenggaraan pendidikan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja nasional, regional, dan internasional yang profesionalisme ditunjukkan dengan perilaku tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan standar pelayanan. Mandiri, bertanggung jawab dan bertanggung gugat, serta senantiasa mengembangkan kemampuan sesuai dengan ilmu pengetahuan. Untuk mendapat tenaga kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan program dilakukan pendidikan tenaga kesehatan yaitu penyelenggaraan program pendidikan kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan pengelolaan REKAM MEDIS rumah sakit/ institusi pelayanan kesehatan